Pramuka dianggap sebagai wahana pembentukan karakter siswa, karena dalam
Pramuka siswa dilatih kepemimpinan, kerja sama, solidaritas, mandiri, dan
keberanian. Hal ini kiranya sebagai penyeimbang kegiatan pembelajaran dalam
kurikulum formal yang lebih berorientasi pada ranah kognitif (pengetahuan) dan
psikomotorik (keterampilan). Berbagai aktifitas yang menyenangkan dan menarik dapat menjadi
bagian dari cara Gerakan Pramuka untuk membentuk karakter diri individu.
Pendidikan kepramukaan merupakan proses pendidikan luar lingkungan sekolah dan
di luar keluarga dalam bentuk kegiatan menarik, menyenangkan, sehat, teratur,
terarah, praktis yang dilakukan di alam terbuka dengan Prinsip Dasar
Kepramukaan dan Metode Kepramukaan (PDK dan MK) yang sasaran akhirnya
pembentukan watak.
Dalam sejarahnya, Pramuka yang merupakan
singkatan dari Praja Muda Karana merupakan organisasi kepanduan yang tidak
hanya populer di Indonesia, namun juga di kancah dunia. Baden Powell, sang
bapak pandu dunia mengandaikan kegiatan kepanduan ini sebagai sarana pendidikan
melalui kegiatan yang menyenangkan. Tipologi menyenangkan ini tentu saja
menarik simpati dan minat anak-anak. Sehingga, kegiatan kepanduan ini cepat
menyebar ke seluruh dunia. Di Indonesia, organisasi kepanduan ini sangat
berperan penting dalam sejarah pergerakan nasional, baik pra maupun pasca
kemerdekaan.
Hingga saat ini, Pramuka menjadi kosakata yang
tidak asing lagi dalam dunia pendidikan. Meskipun sebelumnya Pramuka ini bukan
merupakan kegiatan wajib di sekolah, namun faktanya hampir semua satuan
pendidikan, mulai SD (Siaga dan Penggalang), SMP (Penggalang), SMA (Penegak),
bahkan di tingkat Perguruan Tinggi ada satuan gerakan Pramuka yang disebut
Racana. Dan, diakui atau tidak keberadaan kegiatan Pramuka di sekolah terbukti
telah mampu memberikan arti tersendiri terhadap proses pembelajaran. Pada titik
inilah, kebijakan Pramuka yang dijadikan sebagai ekstrakulikuler wajib di sekolah
menjadi faktor penting dalam mewujudkan pendidikan karakter.
Ada beberapa argumen, mengapa pramuka signifikan
dalam menunjang pendidikan karakter ini. Pertama, Pramuka dikenal sebagai
kegiatan yang menyenangkan. Menyanyi, bermain, tepuk tangan, tali temali,
sandi-sandi, penjelajahan adalah beberapa bentuk dari kegiatan Pramuka yang
berbasis fun, menyenangkan. Kegiatan yang bisanya dilakukan di
tempat terbuka ini akan memberi "ruang baru" bagi siswa atas dominasi
ruang kelas yang selama ini "membelenggu". Sehingga, dalam
kegiatan outdoor ini siswa mampu mengekspresikan bakat dan
minatnya secara bebas dan gembira.
Kedua, Pramuka adalah salah satu media
pendidikan yang berbasis pada pengoptimalan otak kanan siswa. Sebagaimana kita
ketahui bersama bahwa proses pembelajaran di kelas lebih dominan pada
pengembangan otak kiri (IQ: Intelectual Quotient), sementara
pengembangan otak kanan (EQ: Emotional Quotient) seringkali
mendapatkan porsi yang sangat sedikit. Pramuka adalah wahana pengembangan
emosional otak kanan, di mana siswa dilatih untuk berinteraksi, berkomunikasi,
kreatif, dan berafiliasi dengan teman-teman lainnya. Di sinilah kemampuan
sosial siswa dibangun, sehingga mampu mewujudkan salah satu pilar pendidikan
versi UNESCO (lembaga PBB yang menangani pendidikan dan kebudayaan), yakni
membekali siswa untuk dapat life together, hidup bersama dengan
damai dan harmonis.
Ketiga, Pramuka melatih mental yang kuat.
Melalui Pramuka, siswa dibekali dengan sikap mental yang tangguh seperti
disiplin, berani, loyal, bertanggung jawab dan sifat-sifat lainnya, yang
terdapat dalam Dasa Dharma (sepuluh bakti) Pramuka. Sikap mental ini barangkali
tidak ditemui dalam proses pembelajaran formal. Adalah sebuah kenyataan bahwa
ada siswa yang cerdas dan pandai, namun menjadi sosok yang penakut, tertutup, sulit
bergaul dan sebagainya. Di sini Pramuka adalah solusi untuk mengatasi persoalan
mentalitas siswa tersebut.
Pendidikan dalam Gerakan
Pramuka adalah proses pendidikan sepanjang hayat yang berkesinambungan dengan
sasaran menjadi manusia bertaqwa, berbudi pekerti luhur, mandiri, memiliki
kepedulian tinggi terhadap nusa bangsa, masyarakat dan lingkungannya, alam
seisinya, bertanggung jawab serta berpegang teguh pada nilai dan norma
masyarakat.
prinsip dasar pendidikan
dalam arti luas bertumpu pada empat sendi atau soko guru, yaitu :
1) Belajar mengetahui (learning to know)
2) Belajar Berbuat (learning to do)
3) Belajar hidup bermasyarakat (learning to live together)
4) Belajar untuk mengabdi (learning to serve).
Kenapa di sebut pendidikan sepanjang hayat? karena setiap
jenjang dari usia peserta didik, Pembina sampai Pelatih Pembina, pendidikannya
selalu berkesinambungan dan tidak pernah berhenti, pengembangan nilai karakter
pada peserta didik. Pembina maupun pelatih secara terus menerus dalam wadah
latihan atau temu pembina yang di dalamnya selalu mengedepankan pendidikan
karakter, yang tentu akan memberikan efek baik pada saat pembina melaksanakan
pembelajaran pada peserta didik.
Berikut ini nilai-nilai pendidikan karakter, antara lain, religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin
tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat dan
komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab.
Sedangkan nilai-nilai dalam Dasa Darma Pramuka meliputi, Takwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa; Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia; Patriot
yang sopan dan ksatria; Patuh dan suka bermusyawarah; Rela menolong dan tabah;
Rajin, terampil dan gembira; Hemat, cermat dan bersahaja; Disiplin, berani dan
setia; Bertanggung jawab dan dapat dipercaya; Suci dalam pikiran, perkataan dan
perbuatan.
ARTIKEL REFERENSI :
https://kumparan.com/beritabojonegoro/opini-pramuka-sebagai-solusi-penguatan-pendidikan-karakter